Perkembangan Demokrasi Parlementer (1950-1959)
Perkembangan Demokrasi Parlementer (1950-1959)
Periode pemerintahan negara Indonesia tahun 1950 sampai 1959 menggunakan UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Pada masa ini adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia. Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepad pihak pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya.
Pada tahun 1950-1959 bisa disebut sebagai masa demokrasi liberal yang parlementer, dimana presiden sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
- Dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik
- Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
- Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
- Persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan Angkatan Darat, yang sama-sama tidak senang dengan proses politik yang berjalan
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
- Bubarkan konstituante
- Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
- Pembentukan MPRS dan DPAS
Komentar
Posting Komentar